Saturday, January 9, 2016

All the Bright Places

All the Bright Places by JenniferNiven

Genre: Fiksi, Young Adult
Penulis: Jennifer Niven
Tebal: 388 halaman
Tahun terbit:  Januari 2015
Penerbit: Knopf

Soon to be a major motion picture starring Elle Fanning!

Theodore Finch is fascinated by death, and he constantly thinks of ways he might kill himself. But each time, something good, no matter how small, stops him.

Violet Markey lives for the future, counting the days until graduation, when she can escape her Indiana town and her aching grief in the wake of her sister’s recent death.

When Finch and Violet meet on the ledge of the bell tower at school, it’s unclear who saves whom. And when they pair up on a project to discover the “natural wonders” of their state, both Finch and Violet make more important discoveries: It’s only with Violet that Finch can be himself—a weird, funny, live-out-loud guy who’s not such a freak after all. And it’s only with Finch that Violet can forget to count away the days and start living them. But as Violet’s world grows, Finch’s begins to shrink.



 “We are all alone, trapped in these bodies and our own minds, and whatever company we have in this life is only fleeting and superficial.”

“We do not remember days, we remember moments.”

Awalnya aku tidak tahu buku ini merupakan sicklit dan bercerita tentang apa. Namun, karena buku ini menjadi pemenang di Goodreads Choice 2015 Awards Winner untuk kategori Young Adult, aku jadi penasaran dan membacanya.

Menceritakan tentang dua remaja yang berbeda, yang sama-sama ingin bunuh diri. Violet dan Finch ini semacam punya depresi atau gangguan mental. Violet selalu menyalahkan dirinya atas kematian kakaknya, Eleanor, sedangkan Finch sendiri terobsesi dengan bunuh diri.

Cerita dituturkan dari sudut pandang Violet dan Finch secara bergantian. Finch merupakan karakter yang menyenangkan jika kau mengenalnya lebih dekat. Ia penuh misteri dan hal-hal yang bagimu tidak akan dilakukannya. Ia sebenarnya cowok yang menarik—hanya saja, orang di sekitarnya gagal memahaminya. Sedangkan, Violet selalu menghitung hari sampai dengan hari ia akan lulus dari SMA. Ia bukannya menikmati sisa masa SMA nya. Ia malah melukai dirinya sendiri dengan menghitung hari kelulusan tiba.

Aku merasa datar pada bagian awal cerita. Finch terlalu menonjol untuk Violet. Namun saat pertengahan, aku malah merasakan sebaliknya. Sepanjang mereka mengunjungi tempat baru di Indiana untuk tugas mereka, aku merasa Violet yang semakin menonjol dan Finch yang malah menjadi susut. Bukannya apa, aku lebih menyukai Finch dibanding Violet.

Bahasa dan kosakata yang digunakan indah dan mudah dimengerti. Kata-katanya memang terdengar indah, namun menyakitkan dan penuh suasana muram  dan sedih sekaligus.

Aku suka sekali penulis menyisipkan info-info tentang bunuh diri para penyair dahulu seperti Virginia Woolf, dan informasi lainnya ang membuatku jadi tahu. Aku baru tahu kalau penyair bahkan punya cara sendiri untuk bunuh diri dengan cara yang anggun.

Well, buku ini sangat hype sekali di Goodreads, tapi entah tidak seperti pembaca lain, aku tidak menangis atau terlalu sedih karena ceritanya. Tema yang diusung sebenarnya sudah mainstream, jadi aku sudah kebal dengan tema yang serupa seperti ini.

Yang membuatku tercengang adalah bisa dibilang buku ini terinspirasi dari cerita si penulis sendiri. Kisahnya membuat hatiku ikut sakit. Daripada aku spoiler, lebih baik nanti baca Author’s note nya sendiri di akhir cerita :)

All the Bright Places mengajarkan kita tentang bagaimana menerima seseorang, tentang kepedihan yang mungkin bagi orang lain terlihat sepele, dan tentang bagaimana perkataanmu atau aksimu dapat membuat orang lain menjadi sedemikian rupa.

Aku merekomendasikan buku ini untuk mereka yang familiar dengan buku-buku Rainbow Rowell, Jay Asher dan John Green.

No comments:

Post a Comment