Thursday, December 10, 2015

Happiness


Happiness 

Genre: Fiksi, Young Adult
Penulis: Fakhrisina Amalia
Tebal: ix + 223 halaman
Tahun terbit: Agustus, 2015
Penerbit: Ice Cube Publisher (imprint KPG)
Sinopsis:

“Berarti nggak masalah, dong, kalau Ceria masuk MIPA tapi ambil Biologi?” 


“Bisa aja, sih. Tapi kalau kamu tanya Mama, yang banyak hitung-hitungannya itu lebih spesial. Nggak sembarang orang bisa, kan?”

Bagi Mama yang seorang dosen Matematika, hitung-hitungan itu spesial. Mama selalu membanding-bandingkan nilai rapor Ceria dengan Reina—anak tetangga sebelah yang pandai Matematika—tanpa melihat nilai Bahasa Inggris Ceria yang sempurna. Karena itu, sepanjang hidupnya Ceria memaksakan diri untuk menjadi seperti Reina. Agar Mama dan Papa bangga. Agar ia tak perlu lagi dibayang-bayangi kesuksesan Reina. Agar hidupnya bahagia. Ceria bahkan memilih berkuliah di jurusan Matematika tanpa menyadari ia telah melepaskan sesuatu yang benar-benar ia inginkan. Sesuatu yang membuat dirinya benar-benar bahagia.



*
Ceria Dandelia memilih masuk jurusan Alam di SMA, padahal ia tahu ia sangat ingin masuk jurusan Bahasa. Ia ingin masuk jurusan Sastra Inggris atau yang berhubungan dengan pariwisata saat kuliah nanti. Namun ia malah berkuliah di jurusan Matematika. Itu semua karena Mama selalu membanding-bandingkan dirinya dengan Reina, anak tetangga sebelahnya. Mama selalu membanggakan prestasi Reina, seperti Reina yang ikut Olimpiade Matematika Internasional, tanpa menghiraukan Ceria yang kemarin terpilih ikut studi banding di Australia. Ceria tidak begitu menguasai Matematika. Sudah belajar sekeras apapun, otaknya tetap tidak bisa mencerna kumpulan rumus-rumus itu dengan baik. Di saat teman-temannya mendapat nilai bagus untuk soal Matematika yang mudah, Ceria dipanggil oleh guru Matematika karena jawabannya salah semua.

Seluruh anggota keluarga Ceria menekuni bidang yang ada hitung-hitungannya. Mamanya seorang dosen Matematika di salah satu universitas di Palangka Raya. Papanya dulu sarjana akuntansi. Abangnya—Farhan—mengambil jurusan arsitektur di Universitas Adidharma. Merasa harus mengambil sesuatu yang ada hitung-hitungannya, Ceria memilih masuk Alam di SMA daripada Bahasa.

Sialnya lagi, ia harus sekelas dengan Reina. Hidupnya terasa penuh dengan Reina. Obrolan saat sarapan atau makan malam di rumah, Mama atau Papanya pasti akan menyinggung tentang Reina. Belum lagi di sekolah, semua teman kelasnya selalu mengerubuti Reina ketika kesulitan mengerjakan soal Matematika. Ceria iri dan juga benci mengapa semua orang yang ada di sekitarnya berpihak pada Reina dibanding dirinya.

Sampai suatu hari, Doni—salah satu cowok di kelasnya mendekatinya. Ia penasaran mengapa selama ini Ceria selalu sendirian di kelas. Selalu menyendiri dan terkesan seolah-olah sulit untuk didekati. Awalnya Ceria bersikap ketus kepadanya. Namun, satu ajakan jalan dari Doni meruntuhkan pertahanan Ceria. Ia mulai menceritakan kegelisahannya, mimpi-mimpinya yang selalu dibayangi Reina.

Doni bahkan menawarkan dirinya untuk mengajari Ceria Matematika. Ceria tak langsung menerima tawaran itu. Selama ini, ia selalu belajar dengan Abangnya—Farhan. Ia tak pernah mau belajar kelompok dengan temannya—apalagi dengan tetangganya itu. Ia lebih memilih belajar sendiri atau dengan Farhan.

Kenyataan tak pernah semulus yang dipikirkan Ceria. Ia harus menghadapi kenyataan bahwa Farhan kini pacaran dengan Reina. Bahkan, satu-satunya orang yang masih peduli pada Ceria kini memilih Reina dibanding dirinya. Ceria benar-benar sedih dan marah. Maka, ia pun menerima tawaran Doni untuk mengajarinya Matematika. Setiap malam, Doni akan datang ke rumahnya.
Sambil menatap Farhan dengan ekspresi yang sama sekali tidak menyenangkan, Ceria menyahut. "Kenapa nanya begitu? Jangan mentang-mentang udah pacaran sama Reina yang eksaktanya lebih jago daripada aku, lantas Abang ngeremehin aku kayak gitu." Ya Tuhan, rasanya Ceria jengkel sekali sampai ingin menangis. –halaman 67
Hari terus berlalu hingga akhirnya Ceria lulus dari SMA. Hasil Ujian Nasionalnya sempurna, semuanya sepuluh, bahkan Matematika yang ia tidak bisa. Reina menduduki peringkat di bawahnya. 

Ia dengan mantap mendaftar di jurusan Matematika Universitas Adidharma. Ceria kini bisa berbangga diri karena ia mengalahkan Reina di Ujian Nasional kemarin. Ia bisa membuktikan pada Mama, Papa dan semua orang bahwa ia bisa seperti Reina.

Awal-awal masuk kuliah, Ceria mulai keteteran dengan pelajarannya. Ia bahkan muntah setelah berhadapan dengan Kalkulus. Ia mulai meragu, apakah ia sanggup meneruskan jurusan ini 7 semester berikutnya?

“Bisa, nggak, kamu cukup pikirin apa yang kamu mau dan apa yang kamu impikan? Ini hidup kamu, kamu berhak atas hidup kamu sendiri.” –hal. 107



Happiness ini adalah buku pertama yang kubaca dari seri YARN (Young Adult Realistic Novel). Dan ternyata, ini merupakan buku terakhir dari seri ini.Yang membuat tertarik pertama itu kavernya. Judulnya saja Happiness tapi kavernya gelap. Sangat berkebalikan sekali. 

Aku bisa relate dengan kegalauan-kegalauan Ceria. Ya karena aku juga anak Alam seperti Ceria dan aku juga lebih minat tentang Bahasa daripada Alam. Aku bukannya salah masuk jurusan, tapi di sekolahku memang tidak ada jurusan Bahasa. Walaupun begitu, aku memang juga minat dengan pelajaran Alam, terutama Biologi. Pembagian jurusan di jenjang SMA yang tidak fleksibel dan terbuka ini adalah salah satu hal yang mengakibatkan bias favoritism ke jurusan Alam dibanding jurusan lainnya. Dan, masalah inilah yang coba diangkat di buku ini.

Aku suka sekali dengan topik yang diangkat penulis. Topik yang sensitif sekali bagi remaja saat ini. Aku tahu, tidak hanya Ceria yang merasa salah mengambil jurusan, masih banyak sekali remaja di luar sana yang kehilangan arah mimpinya. Kadang paksaan dari orang tua, paksaan dari orang luar, dan jadinya mereka tidak mengejar apa yang mereka sukai. Mereka jadi lupa apa yang sebenarnya mereka inginkan.

Ceritanya diceritakan dari sudut pandang ketiga. Ada sedikit kilas balik tentang Farhan dan Ceria. Aku merasa alurnya agak cepat. Rasanya baru saja ceritanya seperti ini, halaman berikutnya sudah berbeda lagi. Selain itu, aku juga merasa kurangnya penggambaran fisik dari tokoh-tokohnya. Aku jadi tidak bisa membayangkan Reina sosok yang seperti apa, rambutnya bagaimana, atau sosok Doni dan lainnya.

Penulis sangat memahami karakter Ceria. Aku kadang benci dengan Ceria yang keras kepala, tidak mendengarkan kata hatinya sendiri. Ceritanya mengalir lancar, walaupun ada beberapa bagian yang terasa diulang.

Bagiku sendiri, setiap orang pasti punya kelebihan masing-masing. Contohnya saja di kelasku, ada yang jago Matematika, ada yang jago melukis, ada yang jago puisi dan lainnya. Aku sendiri yakin, di dunia tidak ada orang yang benar-benar sempurna, yang bisa menguasai seluruh pelajaran tanpa satu cela. Kita memang sudah diberikan kelebihan tertentu dari Tuhan. Tidak perlu membandingkan kenapa kita tidak bisa menguasai ini, sementara dia bisa menguasai itu. Sudut pandang kita berbeda, cara kita menilai keahlian seseorang juga pasti berbeda. Membaca buku ini jadi mengingatkanku pada sebuah kutipan "don't judge a fish by its ability to climb a tree". 

Jujur, buku ini membuatku menangis di bagian menuju akhir. Entah kenapa perasaanku terbawa begitu saja dengan Ceria. Apalagi dengan Farhan yang seperti itu. Dan untuk endingnya,tidak sesuai ekspektasiku memang tetapi kurasa memang beberapa cerita lebih baik berakhir menggantung.

Aku akan merekomendasikan buku ini buat kamu yang masih remaja seperti aku, buku ini semacam menjadi pengingat untuk tidak melupakan hal yang benar-benar ingin kita lakukan di masa mendatang. Olehnya, akan aku tutup resensi ini dengan kutipan dari Maya Angelou, bahwa "success is liking yourself, liking what you do, and liking how you do it."

No comments:

Post a Comment